Ucapkan dan lakukan perbuatan yang baik agar kebaikan akan mengiringi langkah dalam hidup kita
Tepat tengah hari, terik
matahari terasa begitu menyengat kulit. Mobil Firman sampai di halaman sebuah
kantor perusahaan. Setelah parkir di area yang sudah disediakan untuk tamu,
Firman turun dari mobil tanpa menunggu sopir pribadinya membukakan pintu. Sopir
pribadi Firman bernama Roni, pemuda berusia 25 tahun yang hanya lulusan SMA.
Melihat majikannya sudah keluar
dari mobil, Roni bergegas turun dan menghampiri Firman untuk membawakan tas
yang dijinjingnya. Tawaran Roni ditolak oleh Firman. “Udah, gak usah. Biar aku
bawa sendiri aja. Sekarang kamu boleh istirahat, nanti kalau aku udah mau
pulang, aku telepon.” ucap Firman sambil tetap melangkahkan kaki menuju lobi
kantor.
Roni tidak kaget dengan
sikap majikannya. Sudah empat tahun lebih ia bekerja menjadi sopir pribadi Firman.
Tentu ia sangat paham sifat dan kebiasaan majikannya itu. Seorang eksekutif
muda yang tajir, berwibawa dan dihormati semua orang. Meski usianya belum genap
35 tahun dan masih menyandang status lajang tetapi Firman sudah menunjukkan
kematangan dan kedewasaan dalam bersikap.
Firman mempunyai banyak
asisten yang siap membantunya dalam bekerja dan melakukan aktifitas
sehari-hari, tetapi bukan berarti ia selalu tunjuk sana tunjuk sini. Jika bisa
melakukannya sendiri, kenapa harus menyuruh orang lain? Begitu prinsip hidup
yang dipegang Firman.
Begitu memasuki kantor,
semua orang yang ditemuinya melontarkan senyuman dan menundukkan kepala sebagai
tanda hormat kepada Firman. Meski sudah setahun lebih tak berkantor di sana
karena ia dipindahtugaskan ke kota lain, tetapi kharisma dan wibawanya masih
terasa begitu kuat.
“Selamat siang, Pak Firman.”
sapa seorang office boy yang kebetulan berpapasan dengan Firman. Ia lalu
mengulurkan tangan ke arah office boy tersebut untuk mengajaknya
berjabat tangan. “Siang, Mas Didin. Gimana kabarnya?” sambut Firman dengan raut
muka penuh keramahan. Mereka lalu berbincang hangat layaknya sahabat yang lama
tak berjumpa. Nyaris tak nampak perbedaan jabatan di antara keduanya.
Firman memang akrab dengan
semua karyawan di kantornya. Bahkan ia hafal semua nama anak buahnya. Padahal
jumlahnya ratusan. Tak jarang ia terlihat ngobrol santai dengan
karyawannya. Begitu cara Firman menjalin komunikasi dengan orang-orang yang
menjadi bagian dari timnya. Selain membangun keakraban, dengan cara itu ia juga
bisa dengan cepat mendengarkan masukan atau masalah yang terjadi di perusahaan
yang ia pimpin.
“Terima kasih, Pak Firman.
Selama ini telah memberikan banyak pelajaran hidup bagi saya.” ucap Didin.
“Oh ya, memang saya pernah
ngasih pelajaran apa sama Mas Didin?” jawab Firman penasaran. “Padahal saya
bukan guru, lho.” sambungnya bercanda.
“Ada dua kebiasaan Pak
Firman yang selalu saya ingat.”
“Apa itu?”
“Saat memberikan perintah,
Pak Firman selalu mengawalinya dengan kata tolong. Dan sering mengatakan kata
maaf.”
Firman tiba-tiba terdiam
mematung. Ia terharu dengan apa yang baru saja dikatakan Didin. Bahkan sama
sekali ia tak menyadarinya. Kata yang begitu sederhana itu ternyata membekas kuat
dalam ingatan Didin, anak buahnya.
***
Selain intonasi dan gesture
kita dalam memberikan perintah, diksi yang kita pakai juga berpengaruh
terhadap respon orang lain yang sedang kita beri perintah atau instruksi.
Respon yang kita inginkan tentu respon yang positif. Yang kita harapkan pasti
orang lain mau melaksanakan apa yang kita perintahkan dengan sungguh-sungguh.
Caranya?
Salah satunya mengawali kalimat perintah yang
kita ucapkan kepada orang lain dengan kata ‘tolong’. Tolong, satu kata yang
mungkin terdengar sangat sederhana dan ringan sekali bagi kita untuk
mengucapkannya. Tetapi bisa jadi mempunyai pengaruh luar biasa bagi orang lain
yang sedang kita ajak bicara. Lantas, apa pengaruhnya?
Ketika kita
memberikan instruksi atau perintah kepada orang lain dan memulainya dengan kata
‘tolong’ maka kita menempatkan mereka tidak sebagai bawahan kita. Tetapi kita memposisikan
mereka sejajar dengan kita. Itu juga berarti mereka tidak semata-mata kita akui
sebagai bawahan tetapi mitra kerja. Kok bisa?
Sekarang, mari kita
bedakan dua kalimat ini. “Bersihkan lantai itu, Pak!” dan “Tolong, bersihkan
lantai itu, Pak!” Dua kalimat itu sama-sama memberi perintah. Tetapi mempunyai
nilai rasa yang berbeda. Kalimat kedua lebih mempunyai rasa hormat dan
menghargai orang lain. Lebih halus dibanding kalimat yang pertama.
Ketika kita mengawali
kalimat perintah dengan kata ‘tolong’ berarti kita sedang meminta bantuan atau
pertolongan. Tidak sekadar menyuruh atau memerintah. Orang lain yang sedang
kita beri perintah pun cenderung lebih ikhlas dalam melaksanakan tugasnya.
Kenapa? Karena mereka tidak merasa sedang diperintah melainkan dimintai
pertolongan. Bagi mereka itu merupakan sebuah kehormatan. Dimintai tolong oleh
seorang atasan.
Memerintah tanpa
merendahkan. Meminta maaf meski tak berbuat kesalahan. Dua Tindakan yang ketika
kita lakukan tidak membuat derajat dan harga diri kita turun tetapi justru
sebaliknya. Ketika kita menghargai orang lain maka orang lain akan menghargai
kita. Dan ketika kita menghormati orang lain, mereka juga akan menghormati
kita.
Begitulah kehidupan.
Apa yang kita ucapkan akan kembali kepada kita dan apa yang kita lakukan juga
akan berbalik pada diri kita. So, ucapkan dan lakukan tindakan yang baik
agar kebaikan akan mengiringi hidup kita.
***
Jendela inspirasi:
1. Perbuatan sederhana namun bermakna jauh lebih
baik daripada tindakan besar yang tiada guna.
2. Apapun yang kita ucapkan dan lakukan akan
kembali kepada kehidupan kita. Jadi hiasai tutur kata dan tingkah laku kita
dengan kebaikan.
***
Catatan : Gambar hanya ilustrasi, diambil dari rencanamu.id
0 comments:
Posting Komentar