..

Buku Antologi Esai dan Opini

Minat Baca Bukunya? Silahkan DM akun instagram @bud11smail

Buku Antologi Berbagai Genre

Minat Baca Bukunya? Silahkan DM akun instagram @bud11smail

Buku Antologi Berbagai Genre

Minat Baca Bukunya? Silahkan DM akun instagram @bud11smail

Buku Antologi Kisah Nyata Inspiratif

Minat Baca Bukunya? Silahkan DM akun instagram @bud11smail

Buku Antologi Narasi Eksposisi

Minat Baca Bukunya? Silahkan DM akun instagram @bud11smail

30 Agustus 2024

PSSI Berburu Naturalisasi Demi Mengejar Prestasi

 

 

Masih segar dalam ingatan pecinta bola tentang istilah local pride yang sempat viral di media sosial. Tidak hanya viral, istilah yang diteriakkan Markus Horizon sesaat setelah tim nasional U-16 menjuarai Piala AFF tersebut juga menuai beragam reaksi. Banyak orang yang mendukung tetapi tak sedikit pula yang menghujat.

Banyak pihak menilai, sebagai staf pelatih dan mantan pemain tim nasional, Markus Horizon tak sepatutnya melontarkan kata-kata tersebut. Apalagi di depan kamera televisi saat tayangan siaran langsung. Ungkapan local pride dinilai merupakan sindiran kepada pelatih tim nasional senior berkebangsaan Korea Selatan, Shin Tae Yong. Pasalnya, sejak dikontrak PSSI pada Desember 2019, ia tak juga menorehkan gelar juara bagi tim garuda.

Di samping itu, tak sedikit yang mengomentari bahwa ungkapan local pride ditujukan kepada PSSI yang sedang gencar berburu “pemain asing” untuk dinaturalisasi. PSSI berdalih, untuk bisa berprestasi di kancah internasional, tim nasional membutuhkan talenta-talenta berbakat yang telah digembleng di akademi-akademi sepak bola luar negeri. Tidak cukup hanya mengandalkan produk-produk lokal sendiri.

Sementara para pemerhati sepak bola nasional khawatir, banjirnya pemain naturalisasi di tim nasional bisa menjadi ancaman bagi pemain pribumi. Lantas, bagaimana sebenarnya aturan naturalisasi dalam dunia sepak bola? Apa pengaruh naturalisasi terhadap perkembangan pemain Indonesia? Bagaimana agar naturalisasi dapat meningkatkan prestasi tim nasional Indonesia?

Aturan Naturalisasi Pemain Tim Nasional

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, naturalisasi adalah pemerolehan kewarganegaraan bagi penduduk asing yang telah memenuhi syarat sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.[1] Secara konstitusi, kewarganegaraan bisa diperoleh seseorang dengan dua cara yaitu azas ius soli (tempat lahir) dan ius sanguin (pertalian darah).[2] FIFA, sebagai induk organisasi sepak bola dunia juga mengeluarkan aturan terkait prosedur pengajuan naturalisasi pemain sepak bola.

Dilansir dari situs resmi FIFA, ada empat syarat yang harus dipenuhi jika seorang pemain ingin berganti asosiasi. Pertama, pemain lahir di negara yang bersangkutan. Kedua, ibu kandung atau ayah kandung lahir di negara yang bersangkutan. Ketiga, kakek kandung atau nenek kandung lahir di negara yang bersangkutan. Keempat, pemain telah tinggal di negara yang bersangkutan selama lima tahun saat usianya mencapai 18 tahun.[3] Setiap pemain yang bisa mendapatkan satu dari empat persyaratan tersebut dapat memperoleh kewarganegaraan baru dan bisa langsung membela tim nasional.

Ancaman Naturalisasi bagi Pemain Pribumi

Hingga tahun 2023, pemain yang telah dinaturalisasi menjadi warga negara Indonesia berjumlah 40 orang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar berasal dari benua Eropa, utamanya Belanda. Dari benua Amerika, Afrika dan Asia juga ada, tetapi jumlahnya tidak menonjol.

Fakta yang menarik adalah tidak semua pemain yang dinaturalisasi tersebut atas prakarsa PSSI. Ada sebagian yang merupakan keinginan sendiri dan disponsori oleh klub yang dibelanya. Misinya adalah “mengakali” aturan kuota pemain asing di masing-masing klub yang berlaga di Liga Indonesia.

Banyaknya pemain asing yang ada di klub dan pemain naturalisasi yang membela tim nasional menjadi ancaman tersendiri bagi eksistensi pemain dalam negeri. Kesempatan mereka untuk mendapatkan menit bermain di klub jadi semakin kecil. Peluang untuk berlaga membela tim garuda juga menjadi semakin berat.

Salah satu bukti adalah dominasi pemain asing untuk urusan mencetak gol. Sejak musim 2013-2014 hingga musim 2022-2023 gelar pencetak gol terbanyak Liga Indonesia selalu direbut oleh pemain asing dan pemain naturalisasi. Bahkan tim nasional yang akan berlaga di Piala Asia tahun ini diprediksi akan dipenuhi dengan pemain naturalisasi. Jordi Amat, Sandy Walsh, Shayne Pattynama, Ivar Jener, dan Rafael Struick adalah nama-nama yang berpeluang besar tampil membela panji merah putih. Kemudian, menyusul Marc Klok dan Stefano Lilipaly yang lebih dulu keluar masuk tim nasional. 

Naturalisasi demi Mengejar Prestasi

Sebenarnya menaturalisasi pemain untuk memperkuat tim nasional bukan sesuatu yang haram. Banyak negara juga melakukannya. Bahkan tim nasional dari negara yang banyak dihuni pemain nonpribumi. Program naturalisasi pemain yang dilakukan PSSI hanya sebuah program jangka pendek. Terkesan mengejar prestasi instan.

Sedangkan untuk kepentingan jangka panjang, PSSI perlu merancang program yang sistematis dan berkelanjutan. Pembinaan intensif pemain muda tanah air melalui akademi sepak bola. Pendidikan dan pelatihan bagi pelatih-pelatih yang menangani pembinaan pemain usia dini. Penataan kompetisi yang sehat dan berkualitas juga wajib dijalankan.

Kehadiran pemain naturalisasi harus menjadi pemantik semangat pemain-pemain muda tanah air untuk giat berlatih dan terus mengasah kemampuan. Jadikan mereka panutan dalam hal profesionalisme dalam berkarier, menjaga pola hidup dan kebugaran, Termasuk attitude ­di dalam dan di luar lapangan.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menaturalisasi pemain dari luar negeri sah-sah saja. Karena secara aturan, mereka mempunyai hak menjadi warga negara Indonesia dan membela panji-panji garuda melalui sepak bola. Akan tetapi, PSSI sebagai federasi yang menaungi persepakbolaan tanah air harus merumuskan kebijakan untuk melindungi dan menyelamatkan masa depan pemain-pemain pribumi.

Kehadiran pemain naturalisasi di liga Indonesia dan tim nasional harus dimanfaatkan untuk berguru dan menimba ilmu oleh para pemain muda Indonesia. Dengan demikian, program naturalisasi yang dicanangkan PSSI tidak hanya membuahkan prestasi jangka pendek tetapi juga prestasi jangka panjang.



[1] KBBI Daring, s,v, “kamus” diakses 12 Agustus 2023 pukul 20.15 WIB, https://kbbi.web.id/naturalisasi

[2] Hasanudin, “Naturalisasi, Antara Nasionalisme dan Kegagalan” https://www.kompasiana.com, diakses 12 Agustus 2023 pukul 20.25 WIB

[3] FIFA, “Commentary on the Rules Governing Eligibility to Play for Representative Teams halaman 29, https://digitalhub.fifa.com, diakses 12 Agustus 2023 pukul 20.47 WIB.


Sumber gambar: https://radarbojonegoro.jawapos.com

24 Agustus 2024

Merayakan Kemerdekaan, Menyelamatkan Peradaban

 



Sorak-sorak bergembira. Bergembira semua. Sudah bebas negeri kita. Indonesia merdeka. Itulah petikan lirik lagu berjudul “Sorak-Sorak Bergembira” yang diciptakan oleh Cornel Simanjuntak. Lagu patriotik yang menggambarkan kegembiraan, sukacita, dan euforia rakyat Indonesia dalam menyambut hari kemerdekaan negaranya.

Kegembiraan dalam menyambut hari kemerdekaan Indonesia biasanya ditampilkan dengan beragam cara. Bendera Merah Putih dikibarkan di depan rumah. Masyarakat menghias jalan-jalan kampung dengan pernak-pernik beraneka warna. Perlombaan olahraga, seni dan permainan tradisional diadakan untuk berbagai tingkatan usia. Termasuk menggelar kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah yang lebih besar seperti jalan sehat, sepeda santai ataupun karnaval.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kemerdekaan menjadi anugerah yang tak ternilai harganya. Karena bangsa yang merdeka dapat menentukan jalan hidupnya sendiri. Tanpa dikekang atau diatur bangsa lain. Sebagai rakyat, kita pun dapat melakukan banyak hal dengan leluasa. Tak perlu takut ada bom jatuh ataupun diserang penjajah dengan tiba-tiba.

Kemerdekaan adalah nikmat Tuhan yang wajib kita syukuri. Wajar jika hampir seluruh masyarakat di berbagai pelosok nusantara menyambutnya dengan gegap gempita. Hanya saja, cara dalam mensyukuri nikmat itu sering kali melenceng dari nilai-nilai perjuangan maupun kebangsaan. Bahkan tak jarang bertentangan dengan norma agama dan susila.

Lunturnya Warisan Sejarah Perjuangan Bangsa

Peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia harusnya menjadi momentum untuk mengenalkan sejarah perjuangan Indonesia kepada generasi muda. Usia kemerdekaan negara kita semakin bertambah. Sedangkan para pelaku dan saksi sejarah lahirnya Republik Indonesia semakin berkurang. Warisan sejarah bangsa ini harus diturunkan kepada anak cucu kita agar mereka mengenal asal-usul tanah airnya

Kekhawatiran akan lunturnya warisan perjuangan bangsa sebenarnya mulai menggejala. Contoh sederhana, anak-anak Indonesia sekarang banyak yang tidak hafal lagu-lagu wajib nasional. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang belum pernah mendengarnya sama sekali. Lagu-lagu yang dulu secara rutin diajarkan dan dinyanyikan dengan lantang di ruang-ruang kelas, sekarang mulai jarang terdengar. Padahal tokoh-tokoh bangsa menciptakan lagu-lagu nasional tersebut mempunyai tujuan yang mulia. Mereka ingin menceritakan perjalanan dan perjuangan bangsa ini kepada anak cucunya. Harapannya, rasa nasionalisme dan patriotisme tertanam di sanubari para penerusnya. Sayang, pemuda dan pemudi sekarang lebih mahir menyanyikan lagu-lagu ambyar daripada lagu-lagu perjuangan seperti “Maju Tak Gentar”.

Para pahlawan kemerdekaan Indonesia kini mulai terlupakan. Mereka “dikalahkan” oleh bintang-bintang layar kaca yang memang memiliki rupa yang mempesona. Poster yang dipajang adalah Chae Soo Bin dan Seo Yea Ji, bukan lagi Cut Nya Dien atau R.A. Kartini. Para remaja lebih mengidolai Lee Min Ho dan Shah Rukh Khan daripada Pangeran Diponegoro atau Jenderal Sudirman.

Film-film dokumenter tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak lagi menjadi tayangan wajib saat peringatan hari besar nasional. Stasiun televisi lebih suka memutar sinetron atau reality show yang memiliki rating tinggi. Berbagai media justru mempertontonkan  perdebatan tak berujung tentang kesesuaian antara materi film dengan fakta sejarah. Mana yang benar? Sulit disimpulkan karena sering kali orang-orang pintar di negeri ini berbicara sesuai kepentingan. Bukan berdasarkan fakta kebenaran.

Pergeseran Tradisi Perayaan Kemerdekaan Indonesia

Waktu terus berputar, generasi terus berganti, dan zaman terus berubah. Cara masyarakat merayakan kemerdekaan negaranya pun semakin berbeda. Kemajuan zaman, perkembangan teknologi, dan informasi memang sebuah keniscayaan yang tidak bisa kita hindari. Namun berpegang teguh pada nilai-nilai luhur budaya negeri sendiri seharusnya menjadi prinsip yang kita miliki.

Saat ini lebih sering kita dengar arak-arakan karnaval diiringi lagu-lagu hits daripada lagu-lagu perjuangan masa lalu. Meskipun bertajuk “Karnaval Budaya, tetapi yang ditampilkan justru tidak mencerminkan budaya Indonesia. Sebagian peserta lebih suka berpakaian seksi dan menggoda daripada mengenakan pakaian adat nusantara. Mereka tidak memperagakan tarian tradisional yang gemulai, tetapi asyik berjoget pargoy yang aduhai.

Semakin jarang kita jumpai peserta karnaval yang berdandan ala pejuang, berseragam polisi, dokter, petani, guru atau profesi-profesi mulia lainnya. Mereka justru merendahkan martabat sendiri dengan berpenampilan yang tidak pantas. Laki-laki berdandan seronok ala wanita sementara wanita bertelanjang dada dan memamerkan paha. Ada pula yang berdandan ala hantu dengan beraneka rupa. Entah pesan apa yang mau disampaikan kepada anak-anak mereka.

Kebebasan berekspresi seringkali dimaknai dengan berkreasi tanpa batas. Karenanya membuat mereka lupa akan batasan dan pesan yang harus disampaikan. Berbagai perlombaan yang diselenggarakan seharusnya mengangkat nilai-nilai semangat perjuangan, gotong royong, kerukunan, patriotisme dan budaya luhur bangsa Indonesia. Sekarang banyak lomba yang dimodifikasi dengan tujuan agar menarik, lucu, dan seru. Namun tak jarang justru melenceng jauh dari norma-norma yang berlaku. Seperti memamerkan sensualitas, menampilkan adegan tak senonoh ataupun lomba-lomba yang bertentangan dengan tuntunan agama.

Sejak kecil, anak-anak kita ajari adab saat makan dan minum. Mereka harus melakukannya sambil duduk, tidak boleh buru-buru, tidak boleh diambil langsung dengan mulut, dan menggunakan tangan kanan. Namun saat perayaan hari kemerdekaan, kita mengadakan lomba adu cepat makan kerupuk, sambil berdiri, dan tidak boleh dipegang dengan tangan. Bukankah hal itu sama saja mengkhianati ajaran kita sendiri?

Hakikat Perayaan Kemerdekaan Indonesia

            Apa pun bentuk peringatan kemerdekaan Indonesia harusnya diselenggarakan dengan tujuan memperkuat nilai-nilai luhur budaya dan cita-cita bangsa. Bagaimana memperkokoh persatuan dan kesatuan di tengah kebhinekaan? Bagaimana meneladani semangat juang dan sikap kesatria para pahlawan? Bagaimana kita memperlakukan simbol-simbol negara dengan benar? Bagaimana kita menjaga dan mengisi kemerdekaan di tengah kemajuan zaman?

Perlombaan dan kegiatan lain yang dilaksanakan tidak boleh meninggalkan misi edukasi. Bukankah pemerintah sedang gencar-gencarnya mengkampanyekan pendidikan karakter dan profil pelajar Pancasila? Seharusnya seluruh elemen masyarakat harus terlibat dalam program tersebut. Penguatan profil pelajar Pancasila dan pendidikan karakter generasi bangsa menjadi tanggung jawab bersama. Bukan hanya diserahkan kepada guru dan sekolah saja.

Panitia bisa menggelar lomba cerdas cermat kebangsaan bagi anak-anak atau remaja. Secara tidak langsung mereka akan termotivasi untuk mempelajari dan mengenal lebih jauh tentang wawasan nusantara. Fashion Show yang menampilkan pakaian adat dan budaya nusantara juga bisa diselenggarakan. Dalam kegiatan tersebut kita bisa menyampaikan pesan bahwa keberagaman merupakan sebuah kekayaan yang patut dibanggakan, bukan perbedaan yang menjadi biang perpecahan.

Kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan juga perlu melibatkan para generasi muda. Seperti, gotong royong membersihkan lingkungan kampung, penanaman pohon untuk penghijauan, ataupun aksi solidaritas bagi warga yang membutuhkan. Kegiatan-kegiatan tersebut yang selama ini didominasi oleh para orang tua, sekarang harus memberikan peran yang lebih bagi anak-anak dan remaja. Jika pemuda dan pemudi kita sibukkan dengan kegiatan positif maka diharapkan dapat mengurangi kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang negatif.

    Anak-anak harus menjadi generasi Indonesia yang benar-benar berkepribadian Indonesia. Mereka harus memahami dan menjiwai jati diri bangsanya, dan mengamalkan ajaran agamanya. Jangan sampai menjadi anak-anak modernisasi zaman dan korban dari peradaban.

Sah-sah saja kita merayakan kemerdekaan. Jika hal itu adalah bagian dari rasa syukur kita maka rayakanlah dengan tanggung jawab dan beradab. Ajak saudara-saudara kita merayakan kemerdekaan dengan tetap menjunjung tinggi nilai, norma dan budaya luhur ibu pertiwi. Mari kita merayakan kemerdekaan dengan membangun negeri, bukan menghancurkannya dengan kolusi dan korupsi. Merdeka!

***

Sumber gambar: koranbernas.id