Sorak-sorak
bergembira. Bergembira semua. Sudah bebas negeri kita.
Indonesia merdeka. Itulah petikan lirik lagu berjudul “Sorak-Sorak
Bergembira” yang diciptakan oleh Cornel Simanjuntak. Lagu patriotik yang
menggambarkan kegembiraan, sukacita,
dan euforia rakyat Indonesia dalam menyambut hari kemerdekaan negaranya.
Kegembiraan
dalam menyambut hari kemerdekaan Indonesia biasanya ditampilkan dengan beragam
cara. Bendera
Merah Putih dikibarkan di depan rumah. Masyarakat menghias jalan-jalan kampung
dengan pernak-pernik beraneka warna. Perlombaan olahraga, seni dan permainan
tradisional diadakan untuk berbagai tingkatan usia. Termasuk menggelar kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah yang lebih besar
seperti jalan sehat, sepeda santai ataupun karnaval.
Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, kemerdekaan menjadi anugerah yang tak
ternilai harganya. Karena bangsa yang merdeka dapat menentukan jalan hidupnya
sendiri. Tanpa dikekang atau diatur bangsa lain. Sebagai rakyat, kita pun dapat
melakukan banyak hal dengan leluasa. Tak perlu takut ada bom jatuh ataupun
diserang penjajah dengan tiba-tiba.
Kemerdekaan
adalah nikmat Tuhan yang wajib kita syukuri. Wajar jika hampir seluruh
masyarakat di berbagai pelosok nusantara menyambutnya dengan gegap gempita.
Hanya saja,
cara dalam mensyukuri nikmat itu sering kali melenceng dari nilai-nilai
perjuangan maupun kebangsaan. Bahkan tak jarang bertentangan dengan norma agama
dan susila.
Lunturnya
Warisan Sejarah Perjuangan Bangsa
Peringatan
hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia harusnya menjadi momentum untuk
mengenalkan sejarah perjuangan Indonesia kepada generasi muda. Usia kemerdekaan
negara kita semakin bertambah. Sedangkan para pelaku dan saksi sejarah lahirnya
Republik Indonesia semakin berkurang. Warisan sejarah bangsa ini harus
diturunkan kepada anak cucu kita agar mereka mengenal asal-usul tanah airnya
Kekhawatiran
akan lunturnya warisan perjuangan bangsa sebenarnya mulai menggejala. Contoh
sederhana, anak-anak Indonesia sekarang banyak yang tidak hafal lagu-lagu wajib
nasional. Bahkan tidak
sedikit dari mereka yang belum pernah mendengarnya sama sekali. Lagu-lagu yang dulu
secara rutin diajarkan dan dinyanyikan dengan lantang di ruang-ruang kelas, sekarang
mulai jarang terdengar. Padahal tokoh-tokoh bangsa menciptakan lagu-lagu
nasional tersebut mempunyai tujuan yang mulia. Mereka ingin menceritakan
perjalanan dan perjuangan bangsa ini kepada anak cucunya. Harapannya, rasa nasionalisme
dan patriotisme tertanam di sanubari para penerusnya. Sayang, pemuda dan pemudi
sekarang lebih mahir menyanyikan lagu-lagu ambyar daripada lagu-lagu
perjuangan seperti “Maju Tak Gentar”.
Para
pahlawan kemerdekaan Indonesia kini mulai terlupakan. Mereka “dikalahkan” oleh
bintang-bintang layar kaca yang memang memiliki rupa yang mempesona. Poster
yang dipajang adalah Chae Soo Bin dan Seo Yea Ji, bukan lagi Cut Nya Dien atau
R.A. Kartini. Para remaja lebih mengidolai Lee Min Ho dan Shah Rukh Khan
daripada Pangeran Diponegoro atau Jenderal Sudirman.
Film-film
dokumenter tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak lagi menjadi tayangan
wajib saat peringatan hari besar nasional. Stasiun televisi lebih suka memutar
sinetron atau reality show yang memiliki rating tinggi. Berbagai
media justru mempertontonkan perdebatan tak
berujung tentang kesesuaian antara materi film dengan fakta sejarah. Mana yang
benar? Sulit disimpulkan karena sering kali orang-orang pintar di negeri ini
berbicara sesuai kepentingan. Bukan berdasarkan fakta kebenaran.
Pergeseran
Tradisi Perayaan Kemerdekaan Indonesia
Waktu
terus berputar, generasi terus berganti,
dan zaman terus berubah. Cara masyarakat merayakan kemerdekaan negaranya pun
semakin berbeda. Kemajuan zaman, perkembangan teknologi,
dan informasi memang sebuah keniscayaan yang tidak bisa kita hindari. Namun berpegang
teguh pada nilai-nilai luhur budaya negeri sendiri seharusnya menjadi prinsip
yang kita miliki.
Saat
ini lebih sering kita dengar arak-arakan karnaval diiringi lagu-lagu hits daripada
lagu-lagu perjuangan masa lalu. Meskipun bertajuk “Karnaval Budaya”,
tetapi yang ditampilkan justru tidak mencerminkan budaya Indonesia. Sebagian
peserta lebih suka berpakaian seksi dan menggoda daripada mengenakan pakaian
adat nusantara. Mereka tidak memperagakan tarian tradisional yang gemulai,
tetapi asyik berjoget pargoy yang aduhai.
Semakin
jarang kita jumpai peserta karnaval yang berdandan ala pejuang, berseragam
polisi, dokter, petani, guru atau profesi-profesi mulia lainnya. Mereka justru merendahkan
martabat sendiri dengan berpenampilan yang tidak pantas. Laki-laki berdandan
seronok ala wanita sementara wanita bertelanjang dada dan memamerkan paha. Ada
pula yang berdandan ala hantu dengan beraneka rupa. Entah pesan apa yang mau
disampaikan kepada anak-anak mereka.
Kebebasan
berekspresi seringkali dimaknai dengan berkreasi tanpa batas. Karenanya membuat
mereka lupa akan batasan dan pesan yang harus disampaikan. Berbagai perlombaan
yang diselenggarakan seharusnya mengangkat nilai-nilai semangat perjuangan,
gotong royong, kerukunan, patriotisme dan budaya luhur bangsa Indonesia. Sekarang
banyak lomba yang dimodifikasi dengan tujuan agar menarik, lucu, dan seru. Namun tak jarang justru
melenceng jauh dari norma-norma yang berlaku. Seperti memamerkan sensualitas, menampilkan
adegan tak senonoh ataupun lomba-lomba yang bertentangan dengan tuntunan agama.
Sejak
kecil, anak-anak kita ajari adab saat makan dan minum. Mereka harus melakukannya
sambil duduk, tidak boleh buru-buru, tidak boleh diambil langsung dengan
mulut, dan menggunakan tangan kanan. Namun saat perayaan hari kemerdekaan, kita
mengadakan lomba adu cepat makan kerupuk, sambil berdiri, dan tidak boleh
dipegang dengan tangan. Bukankah hal itu sama saja mengkhianati ajaran kita
sendiri?
Hakikat
Perayaan Kemerdekaan Indonesia
Apa pun bentuk peringatan
kemerdekaan Indonesia harusnya diselenggarakan dengan tujuan memperkuat
nilai-nilai luhur budaya dan cita-cita bangsa. Bagaimana memperkokoh persatuan
dan kesatuan di tengah kebhinekaan? Bagaimana meneladani semangat juang dan
sikap kesatria para pahlawan? Bagaimana kita memperlakukan simbol-simbol negara
dengan benar? Bagaimana kita menjaga dan mengisi kemerdekaan di tengah kemajuan
zaman?
Perlombaan
dan kegiatan lain yang dilaksanakan tidak boleh meninggalkan misi edukasi. Bukankah
pemerintah sedang gencar-gencarnya mengkampanyekan pendidikan karakter dan
profil pelajar Pancasila? Seharusnya seluruh elemen masyarakat harus terlibat
dalam program tersebut. Penguatan profil pelajar Pancasila dan pendidikan
karakter generasi bangsa menjadi tanggung jawab bersama. Bukan hanya diserahkan
kepada guru dan sekolah saja.
Panitia
bisa menggelar lomba cerdas cermat kebangsaan bagi anak-anak atau remaja.
Secara tidak langsung mereka akan termotivasi untuk mempelajari dan mengenal
lebih jauh tentang wawasan nusantara. Fashion Show yang menampilkan
pakaian adat dan budaya nusantara juga bisa diselenggarakan. Dalam kegiatan
tersebut kita bisa menyampaikan pesan bahwa keberagaman merupakan sebuah
kekayaan yang patut dibanggakan, bukan perbedaan yang menjadi biang perpecahan.
Kegiatan-kegiatan
sosial kemasyarakatan juga perlu melibatkan para generasi muda. Seperti, gotong
royong membersihkan lingkungan kampung, penanaman pohon untuk penghijauan,
ataupun aksi solidaritas bagi warga yang membutuhkan. Kegiatan-kegiatan
tersebut yang selama ini didominasi oleh para orang tua, sekarang harus
memberikan peran yang lebih bagi anak-anak dan remaja. Jika pemuda dan pemudi
kita sibukkan dengan kegiatan positif maka diharapkan dapat mengurangi
kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang negatif.
Anak-anak
harus menjadi generasi Indonesia yang benar-benar berkepribadian Indonesia.
Mereka harus memahami dan menjiwai jati diri bangsanya, dan mengamalkan ajaran
agamanya. Jangan sampai menjadi anak-anak modernisasi zaman dan korban dari
peradaban.
Sah-sah
saja kita merayakan kemerdekaan. Jika hal itu adalah bagian dari rasa syukur
kita maka rayakanlah dengan tanggung jawab dan beradab. Ajak saudara-saudara
kita merayakan kemerdekaan dengan tetap menjunjung tinggi nilai, norma dan
budaya luhur ibu pertiwi. Mari kita merayakan kemerdekaan dengan membangun
negeri, bukan menghancurkannya dengan kolusi dan korupsi. Merdeka!
0 comments:
Posting Komentar