Lima
tahun silam, tepatnya pada tanggal 9 Mei 2019, Presiden Joko Widodo meresmikan
Visi Indonesia Emas 2045. Gagasan ini dirumuskan oleh Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional. Visi Indonesia Emas 2045 bertujuan untuk menjadikan
Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, maju, adil, dan makmur pada tahun
2045.[1]
Visi
Indonesia Emas 2045 dibangun dengan empat pilar berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945.[2] Dalam empat pilar
tersebut, pemerintah menempatkan Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi sebagai pilar pertama. Sepertinya, pemerintah sadar bahwa
kualitas sumber daya manusia menjadi faktor penting demi tercapainya Visi
Indonesia Emas 2045.
Pemerintah
telah menargetkan Indonesia menjadi negara unggul di tahun 2045. Saat itu,
Indonesia genap berusia 100 tahun. Harapannya, di tahun tersebut Indonesia akan
menikmati masa emasnya dan mampu bersaing dengan negara-negara maju lainnya di
berbagai sektor. Namun, jalan menuju ke sana masih sangat panjang dan terjal.
Upaya untuk mewujudkan impian tersebut tidaklah mudah. Apalagi kondisi
Indonesia belakangan ini sedang tidak baik-baik saja. Berbagai permasalahan
tentang kualitas sumber daya manusia masih menjadi tantangan untuk segera
dicarikan solusinya.
Krisis
Keteladanan dari Para Pejabat Negara
Sebagai
penyelenggara negara, pejabat negara mempunyai tugas untuk memastikan layanan
publik harus terlaksana dengan baik. Kepentingan masyarakat harus menjadi
prioritas utama sehingga hak-hak mereka dapat terpenuhi. Karena sejatinya
pejabat negara adalah para pelayan masyarakat.
Dalam
melaksanakan tugasnya, pejabat negara diatur oleh undang-undang. Mereka juga
diwajibkan untuk mengucapkan sumpah jabatan sebagai bentuk kesediaan dan
komitmen mengabdikan diri untuk melayani masyarakat. Tak hanya itu, seorang
pejabat negara harus mampu menjadi sosok panutan bagi masyarakat.
Sayangnya,
yang terjadi kini bak jauh panggang dari api. Pejabat negara yang semestinya merupakan
orang-orang terhormat dan berpendidikan, justru sering berperilaku amoral dan
memalukan. Ada pejabat yang melakukan tindakan pelecehan dan mesum di ruang
publik. Ada pejabat yang terbukti menguras uang negara untuk kepentingan diri
dan keluarga. Ada pula yang merampas dana bantuan sosial untuk memperkaya diri.
Setiap
hari kita dipertontonkan aksi-aksi tak terpuji dari pejabat negeri. Hal ini tak
hanya meruntuhkan kepercayaan masyarakat kepada pejabat negara, tetapi juga
menjadi contoh buruk yang bisa ditiru oleh siapa saja. Lihatlah, hari ini hampir
seluruh lapisan institusi negara telah terpapar virus korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN). Kita pernah mengutuk kezaliman orde baru dengan Soeharto
sebagai raja KKN. Namun, hari ini lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif justru
ramai-ramai mewarisi ‘peninggalan’ orde baru tersebut.
Lembaga
Pendidikan Makin Tak Mendidik
Bidang
pendidikan sejatinya menjadi tumpuan utama untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal, umum ataupun keagamaan,
memiliki peran penting untuk mencetak bibit-bibit unggul sebagai generasi
penerus bangsa. Generasi yang tidak hanya pinter, tetapi juga pener. Tidak
hanya berilmu, tetapi juga berakhlak. Sehingga ketika mereka kelak menjadi
pejabat, akan menjadi pejabat yang jujur dan amanah. Kalaupun menjadi rakyat
biasa, mereka akan menjadi rakyat yang patuh, disiplin, dan tak mudah berkonflik
dengan siapapun.
Tanggung
jawab besar yang diemban dunia pendidikan sejauh ini belum membuahkan hasil
seperti yang diinginkan. Para pemangku kebijakan di bidang pendidikan seakan
belum mampu menemukan formula yang pas untuk diterapkan di Indonesia. Menteri
datang silih berganti, kurikulum diubah berkali-kali, tetapi kualitas
pendidikan di Indonesia tak juga bisa diperbaiki. Entah, ini salah pembuat
kebijakannya atau karena ketidakmampuan lembaga pendidikan dalam
mengimplementasikan kebijakan. Satu hal yang pasti, dunia pendidikan di
Indonesia masih saja terjebak dalam praktik-praktik pragmatisme. Parahnya lagi,
ini tidak hanya dilakukan oleh murid tetapi juga guru, sekolah, yayasan, bahkan
sang pembuat kebijakan sendiri.
Padahal
pendidikan berkualitas yang merata merupakan salah satu misi pemerintah untuk
mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Namun, faktanya ketimpangan kualitas
pendidikan masih terlihat nyata. Di berbagai daerah masih banyak sekolah yang
tak layak huni. Bangunan rusak parah, aksesnya susah, dan fasilitas penunjang
kegiatan belajar mengajar tidak memadai.
Dunia
pendidikan Indonesia juga dihadapkan pada persoalan dalam ranah etis. Berbagai
kasus asusila terhembus dari lembaga pendidikan. Dosen melecehkan mahasiswa. Guru
bertindak tak senonoh kepada murid. Murid berani menghajar gurunya. Tawuran antarpelajar
masih merajalela, bullying dan body shaming masih terjadi di
banyak sekolah.
Lembaga
pendidikan seharusnya menjadi tempat untuk mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan
kejujuran. Namun, ketika ada orang tua yang rela memalsukan data agar anaknya bisa
diterima di sekolah impian atau ada guru yang memberi nilai ‘gratisan’ kepada
murid demi prestise sekolah, tentu ini menjadi pelajaran yang tidak baik bagi anak-anak.
Generasi
Penerus Makin Tak Terurus
Jika
Indonesia ingin mencapai masa emasnya di tahun 2045, tentu pemerintah harus menyiapkan
generasi penerus yang andal dan tangguh mulai sekarang. Jika tidak, bisa jadi
rencana jangka panjang yang sudah disusun matang oleh pemerintah akan
berantakan di tengah jalan.
Di tengah gempuran arus globalisasi dan
melempemnya peran lembaga pendidikan di negara kita, menyiapkan generasi
penerus yang berkualitas akan menjadi pekerjaan berat bagi pemerintah.
Pemerintah harus benar-benar serius menangani permasalahan ini. Jangan sampai
generasi penerus bangsa salah urus atau bahkan tak terurus.
Miris
melihat pemuda-pemuda kita sekarang tumbuh menjadi generasi yang dimanjakan
teknologi dan ‘dirusak’ oleh globalisasi. Kemajuan zaman yang tidak membuat
mereka semakin pintar malah justru makin malas untuk belajar. Sedikit demi
sedikit, generasi muda Indonesia mulai tak kenal sejarah tanah airnya, budaya
bangsanya, dan warisan luhur para pendahulunya. Sulit berharap mereka akan
tumbuh menjadi pribadi yang andal dan tangguh dengan jiwa nasionalisme dan
patriotisme yang kokoh. Sementara tokoh-tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan
tanah airnya saja, tak lagi mereka kenal. Ini tak boleh dibiarkan.
Saat
ini, banyak orang tua yang gagal menjalankan perannya untuk memberikan
pendidikan dasar bagi anak-anaknya. Makin banyak kita jumpai orang tua yang
sibuk mengurus bisnis sementara anaknya kesepian dalam tangis. Mereka mempunyai
prinsip bahwa yang terpenting kebutuhan anak yang bersifat materiil telah
terpenuhi. Padahal, ada kebutuhan nonmateriil, seperti kasih sayang, pendidikan
agama, dan pendidikan akhlak yang juga penting untuk diperhatikan para orang
tua.
Faktor
kunci ketercapaian visi Indonesia Emas 2045 adalah kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) Indonesia. Jika saat ini kualitas SDM masih menjadi masalah serius di
negara kita, maka perlu langkah-langkah serius untuk mengatasi masalah
tersebut. Lantas, siapa yang harus bertanggung jawab? Pemerintah, lembaga
pendidikan, ataukah orang tua? Ketiganya mempunyai tanggung jawab dengan fungsi
dan perannya masing-masing,
Pembangunan
SDM yang berkualitas dimulai dari lingkungan keluarga. Orang tua harus mampu
menjadi guru pertama bagi anak-anaknya. Rumah harus menjadi sekolah pertama
bagi mereka. Pembentukan karakter anak tidak bisa dilakukan dalam waktu
singkat. Butuh proses panjang melalui pembiasaan yang kontinu dan konsisten
sejak dini. Di situlah peranan orang tua dan lingkungan keluarga sangat
dibutuhkan.
Bagaimana
dengan peran lembaga pendidikan? Lembaga pendidikan harus fokus pada esensi
tujuan pendidikan nasional yang secara umum termaktub dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Program-program
formalitas, kegiatan yang hanya bersifat seremonial, ataupun pola pikir
pragmatisme dalam dunia pendidikan harus mulai ditinggalkan. Lembaga pendidikan
tidak hanya sekadar melaksanakan pembelajaran, tetapi harus mewujudkan
pendidikan manusia seutuhnya. Perilaku-perilaku negatif di lembaga pendidikan
juga harus dihilangkan agar para peserta didik merasa aman dan nyaman dalam
belajar.
Jika
orang tua dan lembaga pendidikan telah menjalankan fungsinya dengan baik, maka
pemerintah harus memberikan dukungan yang optimal untuk mewujudkan pembangunan
manusia yang berkualitas. Pembangunan manusia yang berkualitas tidak hanya
melalui pendidikan saja. Infrastruktur yang memadai, kualitas kesehatan yang
baik, perekonomian nasional yang stabil, dan aspek-aspek lainnya juga harus
mendukung. Selain itu, sikap dan
perilaku pejabat pemerintahan juga harus memberikan teladan yang baik kepada
masyarakat. Bagaimana mungkin pemerintah akan berhasil membangun kualitas SDM
kalau mereka sendiri tidak berkualitas.
Visi
sudah dicanangkan. Mimpi Indonesia untuk menikmati masa keemasannya harus tetap
kita pelihara. Dengan masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh bangsa
ini, wajar jika kita menyongsong visi Indonesia Emas dengan gemas dan cemas.
Namun, kita harus tetap optimis dan gigih agar langkah kita tidak tertatih.
***
Baca tulisan menarik lainnya di buku ini !
[1] Bappenas, Ringkasan
Eksekutif Visi Indonesia 2045, https://perpustakaan.bappenas.go.id,
diakses tanggal 23 Agustus 2024, pukul 19.40 WIB
[2] Andrean W.
Finaka, 4 Pilar Indonesia 2045, https://indonesiabaik.id,
diakses tanggal 23 Agustus 2024, pukul 19.51 WIB.
0 comments:
Posting Komentar